HMJ PGMI: Mengenal Kampung Permainan Tradisional Banua Pendamai

Perkembangan teknologi yang semakin pesat ternyata juga berdampak pada dunia anak. Kini hampir semua orang tua memfasilitasi anaknya dengan ponsel pintar sehingga permainan tradisional mulai dianggap ketinggalan di era serba digital.

Ada beberapa faktor yang menjadi pemicu permainan tradisional semakin hari semakin terancam keberadaannya, diantaranya: orang tua yang tidak memperkenalkan permainan tradisional pada anak-anaknya, minimnya lahan untuk anak bermain secara langsung seperti di lapangan serta adanya permainan-permainan berbasis ponsel pintar yang bisa diunduh secara gratis.

Atas dasar keprihatinan melihat permainan tradisional yang mulai dilupakan, ternyata ada pasangan suami istri yang memiliki inisiatif untuk membentuk kampung permainan tradisional di Banjarmasin.  Sosok inspiratif itu adalah Muhammad Suriani (64) dan Siti Nursiah(61).

Kampung permainan tradisional Banua Pendamai (KPTB Pendamai) terletak di Gang Pendamai, kelurahan Telawang, Kecamatan Banjarmasin Barat. Kampung ini berada di dalam gang buntu yang padat penduduk. Meskipun terletak di dalam gang,  suasana kampung tersebut sama sekali jauh dari kata kumuh.

Semua berawal ketika Suriani dan Nursiah tak lagi bekerja sebagai pegawai negeri. Mereka berdua pensiun pada akhir tahun 2015. Saat itu Suriani membuat permainan tradisional yang awalnya hanya di mainkan oleh cucu-cucu mereka, akan tetapi ternyata anak-anak di sekitar rumah mereka juga tertarik hingga ikut bermain bersama. Akhirnya Suriani dan Nursiah memiliki inisiatif untuk memfasilitasi berbagai macam permainan tradisional untuk anak-anak di sekitar tempat mereka tinggal. Menariknya, permainan tradisional itu dibuat sendiri oleh Suriani.

Ketika sore biasanya anak-anak sudah ramai bermain berbagai macam permainan tradisional di depan rumah Suriani dan Nursiah seperti gasing gapuk, logo, bakiak, congklak, ketapel dan juga enggrang. Di masa transisi saat ini pun anak-anak juga tetap bermain seperti biasanya.

“Walaupun pandemi anak-anak di sini masih tetap bisa bermain seperti biasanya namun mereka tetap memperhatikan protokol yang ada,” Tutur Nursiah.

Selain permainan tradisional, Suriani dan Nursiah juga membekali anak-anak di sana dengan kesenian Banjar dan nilai-nilai keagamaan. Kedepannya mereka berencana ingin membuat wayang dengan mengangkat kisah nabi-nabi terdahulu. Dalam hal kesenian Banjar seperti tari dan lagu, mereka serahkan kepada relawan yang berasal dari berbagai instansi di Banjarmasin untuk mengajari anak-anak di sana.

“Relawan di sini tak dibayar. Niat mereka murni untuk membantu. Biasanya ketika di beri uang transportasi pun mereka menolak,” ujar Nursiah. 

Menurut Suriani banyak sekali hal positif yang didapat ketika anak-anak diajarkan permainan tradisional.

“Permainan tradisional secara tidak langsung menumbuhkan jiwa kepemimpinan pada diri anak, seperti: dapat memilih strategi yang tepat, bijak dalam mengambil keputusan, bersikap tenang dalam menghadapi keadaan, memiliki jiwa sportif, percaya diri dan masih banyak lagi” jelas Nursiah.

Ketua umum himpunan mahasiswa jurusan pendidikan guru madrasah ibtidaiyah, Muhammad Ihsan Hidayatullah menjelaskan bahwa kunjungan ke kampung permainan tradisional banua kali ini banyak sekali memberikan informasi dan inspirasi.

“Saya pun menyadari bahwa anak-anak saat ini sangat jarang memainkan permainan tradisional. Menurut saya Bapak Suriani dan Ibu Nursiah sangat menginspirasi banyak orang. Kita dapat belajar dari beliau bahwa hidup bukan hanya sekedar mementingkan diri sendiri tapi juga harus mementingkan generasi penerus negeri. Saya harap daerah-daerah lain juga mengikuti jejak bapak Suriani dan Ibu Nursiah” tutur Ihsan sapaan akrabnya. Permainan tradisional pada dasarnya bukan sesuatu yang memalukan tapi suatu kebanggaan tersendiri yang harus di tanamkan pada setiap generasi bangsa. Jika potensi yang ada dikembangkan dan terus diasah maka bukan hanya sekedar permainan belaka tapi bisa membawa kebudayaan Indonesia di mata dunia.